Musmob, Mobil Toko Musik Nyentrik di Bandung

Kalangan Muda di Bandung mungkin kita sudah sangat familiar dengan konsep food truck. Di Kota Bandung, konsep berjualan makanan dengan menggunakan mobil ini cukup jadi primadona loh. Tapi, bagaimana jadinya jika konsep food truck ini dimodifikasi untuk keperluan menjajakan rilisan fisik beberapa band? Ya! Konsep itulah yang dilakukan oleh Music Mobile, atau dikenal dengan entitas ‘Musmob Store’. Sudah hampir tiga tahun, Musmob selalu nongkrong di beberapa titik acara musik, khususnya di Bandung.

Kali ini kami berkesempatan untuk mengunjungi bascecamp Musmob di Jl. Kiarasari Utama 1 No. 22 Bandung, dan berbincang langsung dengan pemiliknya, Sandi Musadad. Pria yang juga merupakan gitaris grup band pop-folk Alunan Semesta ini menceritakan keseruan yang dilewatinya selama menjalankan proses bisnis kreatif bersama Musmob.

“Musmob itu konsep awalnya sih lebih ke toko rilisan fisik, tapi sifatnya mobile (keliling) gitu. Saya terinspirasi dari konsep food truck dan kayaknya seru sih nyulap si food truck ini jadi music store,” ujar Sandi.

Dalam menjalankan pergerakannya, satu unit minibus disulap menjadi toko yang mana di dalamnya, kamu bisa mendapatkan berbagai macam rilisan fisik dari musikus-musikus kesayanganmu. Namun seiring berjalannya waktu, Musmob hari ini tak sekadar menjajakan rilisan fisik dari musikus saja, tetapi juga aktif berkolaborasi dalam menggelar beberapa acara musik.

Sandi mengaku, keresahannya sebagai musikus dalam mendistribusikan karya menjadi faktor utama ia menjalankan Musmob. Dibantu rekannya, Erlan Airlangga, ia kemudian bergerilya dari satu komunitas ke komunitas musik lainnya. Skala komunitas ini dianggap Sandi sebagai unsur penting, mengingat serapan untuk bersinerginya dianggap relatif lebih besar dan kuat. Ia juga mengakui jika promo rilisan fisik punya tantangan tersendiri ketimbang promo melalui media digital. Oleh karenanya, ia menjadikan Musmob sebagai wadah untuk beberapa musikus yang hendak promosi rilisan fisik.

Di dalam minibus itu, kamu bisa menemukan CD dan kaset pita, dan juga beberapa merchandise band seperti kaos, gelang karet, gantungan kunci, dan lain-lain. Tak beda jauh dengan toko musik lainnya, harga yang dibanderol pun berkisar Rp.35.000 hingga Rp.80.000 untuk rilisan fisik, dan Rp. 20.000 hingga Rp.150.000 untuk harga merchandise band. Mobil toko musik ini biasanya ‘mangkal’ di beberapa acara musik kolektif, acara pensi kampus, hingga acara musik skala besar.

“Kita punya target aktivitas harian, seminggu 4 kali deh keliling gitu. Tapi, sejauh ini sih aktivitas itu udah ketutup sama permintaan beberapa gig di Bandung yang ngundang kita buat buka lapak di situ,” ujar Sandi.

Dalam menjalankan Musmob, ia menyebutkan punya dua energi yaitu kesukaannya terhadap musik, dan kepeduliannya terhadap pergerakan musikus khususnya di Kota Bandung. Menurut Sandi, kolaborasi menjadi aspek penting jika ingin skena musik di Bandung tetap solid. Adapun konsep bisnis yang dijalankan oleh Musmob menggunakan skema titip edar dan jual putus. Dua konsep ini dijalankan mengacu pada kebutuhan baik itu musikusnya, dan Musmob itu sendiri.

Ditanya mengenai syarat musikus yang ingin mengedarkan karyanya lewat Musmob, Sandi menjawab dengan slogan mereka yaitu ‘geus, teu kudu bingung!’ (sudah, tidak usah bingung!). Artinya, tidak ada batasan untuk kamu yang ingin mengedarkan karyamu lewat Musmob. Adapun syarat dan ketentuan untuk menitip edar rilisan fisik disebutkan oleh Sandi ada pada jumlah rilisan yang hendak dititip.

“Kalau CD itu untuk awal kita terima 5 keping dulu. Nanti kita buatin katalog dan konten promosinya. Setelah itu kita lanjut dengan evaluasi, revisi dan lain-lain. Kalau memang dari 5 itu ternyata pembelinya meledak, dan nambah nih, ya kita tinggal re-stock aja,” papar Sandi. 

Dari Toko Musik, Kini Jadi Aktor Pergerakan Musik
Selama tiga tahun bergerilya, Musmob hari ini tak sekadar menjual rilisan fisik saja. Mereka juga nampak berkolaborasi dalam meriliskan karya dari beberapa musikus Bandung. Debut mereka sebagai publisis musik adalah tatkala album kedua solois Nissan Fortz dirilis medio 2018. Tak berhenti di sana, Musmob juga menjadi publisis untuk album Kompilasi Ethnic Creative Based yang berisikan delapan musikus etnik yang mayoritas berasal dari Bandung. Belum lama ini, Musmob juga menjadi publisis untuk perilisan karya salah satu band rock-eksperimental dekade 90-an di Bandung yakni Nicfit.

Menjelajah garis waktu tersebut membuat Sandi merasa senang. Pasalnya, ia cukup mengenal Nicfit sebagai salah satu pelaku industri musik di Bandung saat dirinya gemar menghadiri beberapa kolektif musik era 90-an.

“Kayak Nicfit, itu saya ingetnya jaman SMP-SMA, waktu ada gig musik di Saparua. Itu mereka pelakunya, legend loh! Sekarang saya di Musmob dapet kesempatan untuk kolaborasi, ya seneng banget sebagai penggemar dan juga sesama pelaku di industri pastinya,” ujar Sandi.

Selama tiga tahun menjalani kegiatan ini, ia mengaku banyak menjalani suka maupun duka. Kepuasan yang didapatkannya adalah saat relasi musik dan wawasan musiknya bertambah selama tiga tahun ‘berkeliling’ dari satu gig musik ke gig musik lainnya untuk menjajakan rilisan fisik. Selain itu, ada kebanggaan tersendiri mengingat di beberapa kota kreatif seperti Jakarta atau Bandung, Musmob menjadi satu-satunya toko rilisan fisik dengan konsep yang nyentrik.

Meski demikian, Sandi juga mengaku aspek yang jadi pekerjaan rumahnya ada pada faktor finansial, mengingat saat ini rilisan fisik tak jadi primadona para pecinta musik. Ia memberi kasus pada beberapa acara musik yang pernah digarap maupun ‘disambangi’ Musmob, yang mana memerlukan tenaga ekstra untuk supir mobil, bahan bakar, hingga biaya parkir yang ekstra.

“Karena kalau parkir buat ngelapak, itu beda loh sama parkir biasa. Tapi, ya dijalanin aja. Justru di situ seni-nya,” ujar Sandi sembari tertawa. Ia mengaku senang bisa menjalankan bisnis ini, dan tentunya sudah menyiapkan berbagai target jangka pendek hingga jangka panjang untuk pergerakan kolektifnya ini.

Dalam kurun tiga tahun, Musmob punya beberapa program jangka menengah. Sebut saja musik kebun festival, sebuah kolektif musik yang digelar di Pangalengan, Jawa Barat. Sejauh ini, kolektif musik yang digagas oleh Musmob dan melibatkan beberapa musikus ini sudah berjalan dua edisi, karena merupakan acara tahunan. Selain itu, mereka juga memiliki program ‘Ma’Re Part’ atau Mari Release Party. Sejauh ini, ‘Ma’Re Part’ baru digelar satu kali.

Lagi-lagi, Sandi menekankan kolaborasi adalah hal penting dalam menjalankan aktivitas sebagai pelaku kreatif. Kolektif pesta rilis seperti ‘Ma’Re Part’ inilah yang jadi implementasinya. Bayangkan, jika satu band hendak merilis karya; pastilah akan banyak energi yang terkuras dari mulai pendanaan untuk acara, distribusi, dan masih banyak lagi faktor lainnya.

“‘Ma’Re Part’ ini kayak jawaban untuk ketakutan musikus yang mau rilis album, tapi enggak punya sumber yang kuat gitu dari pendanaan sampai media promo. Jadi, katakanlah ada empat musikus nih rilis bareng misalnya. Itu kan otomatis dari tenaga promonya aja naik jadi 3 kali lipat, massa yang datang juga massa bukan dari 1 band atau musikus aja, tapi dari 4 kelompok. Jadi rame-rame ngerilis bareng lah,” ujarnya.

Program terbaru mereka adalah menggelar ‘Sunday Garage Sale dan Acoustic Session’, yang biasanya dihelat di Akar Creative Space, Jl. Terusan Buahbatu, Bandung. Dalam acara tersebut, tampil beberapa musikus Bandung dan juga dijajakan sejenis kolektif pameran barang bekas yang menjadi sasaran berburu kawula muda Bandung. Acara ini baru digelar satu edisi, dan kabarnya akan menjadi acara rutin mingguan. Wah, menarik, ya!

Sebagai pamungkas, Sandi berharap kegiatannya bersama Musmob ini dapat mempertemukan lebih banyak lagi musikus di Tanah Air dan bisa bersinergi lebih kuat lagi dengan pelaku di industri musik. Selain itu, konsep music-store truck yang jarang ditemui ini diharapkan bisa menginspirasi pelaku di bidang sama untuk melakukan terobosan yang lebih brilian lagi.

Saat ini, Musmob sedang menggarap program keliling Pulau Jawa dan Bali; sebuah program tur musik yang mana mobil musik ini akan berkeliling di beberapa titik, menggelar showcase musik dan menjual rilisan fisik. Namun, saat ini program tersebut masih dalam tahap penjajakan, mengingat banyaknya sumber dana yang harus digelontorkan untuk perjalanan besar tersebut.

“Kalau sponsor udah ada, talent udah fix, ya ayo! Kita berangkat, kapanpun jadi. Geus, teu kudu bingung,” tutup Sandi.

Menarik juga ya, TemanBaik. Apakah kamu pernah melihat penampakan Musmob ini saat datang ke gig musik favoritmu? Rilisan fisik dan merchandise musikus mana yang pernah kamu beli dari toko musik ini?

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *